Selasa, 24 November 2015

Membuat Cerita Yang Menarik

Menulis kadang2 merupakan kesulitan besar bagi banyak dari kita, karena seringkali kita sulit utk menuliskan apa yang ada dalam pikiran kita. Seringkali pikiran kita terhenti dalam gemuruh kata2 yang berkeliaran di dalam hati.

Namun bila kita perhatikan kembali serpih pikiran yang melintasi hati kita, maka tampak bahwa sebenarnya bukan kita tidak bisa menulis, atau kita tidak mampu menuangkan apa yang ada dalam pikiran kita ... Tetapi kemungkinan terbesar kita tidak mampu menulis adalah karena kita tidak memiliki bahan utk menulis.

Lalu darimana kita bisa mendapatkan bahan utk menulis? Ya tentu saja, dari semua peristiwa di sekitar kita yang kita lihat, kita dengar lalu peristiwa2 tersebut kita amati dan kita perhatikan, lalu kita jadikan cerita kita, kita membuatnya menjadi peristiwa diri kita. Yang kita ceritakan adalah peristiwa diri kita berdasarkan kisah yang kita lihat di sekitar kita. Jadi pada dasarnya, proses mengamati berarti kita memberikan refleksi lebih dalam atas apa yang kita lihat.

Bagaimana cara memberikan refleksi lebih dalam?

Ada 3 tahap atau 3 fase pertanyaan yang dapat diajukan saat mengamati peristiwa yang ada di sekitar kita :

Pada fase pertama, kita bertanya utk membentuk foto atau gambar atau cuplikan peristiwa. 

Kata-kata tanya yang diajukan pada fase ada 4, yaitu
  • Apa (what) : menanyakan obyek yang terlibat dlm satu peristiwa
  • Kapan (when) : mempertanyakan waktu terjadinya peristiwa
  • Dimana (where) : bertanya tentang tempat/lokasi terjadinya peristiwa
  • Siapa (who) : mencari tahu tokoh yang mengalami peristiwa
Pertanyaan2 ini akan memberikan kepada satu gambar demi satu gambar, sama seperti kita membuat album foto. Fase ini membuat kita bisa membentuk konsep atau model atau kalo dalam teori bahasa Indonesia tentang drama/cerita, kita sedang membentuk karakter dan penokohan.

Fase pertama memberikan kesempatan kepada kita utk membentuk alur cerita.

Fase yang kedua, adalah mempertanyakan tentang alasan peristiwa itu terjadi

Atau dengan kata lain, kita bertanya mengapa ... mengapa peristiwa itu terjadi? mengapa orang2 itu membiarkan hal itu terjadi? mengapa dan mengapa.

Pertanyaan ini memberikan ruang lingkup yang lebih luas dan dalam. Namun hanya sekedar di permukaan, terutama bila kita bukanlah pelaku utama dari peristiwa itu. Misalnya: kita sedang berjalan kaki melewati pasar yang ramai, lalu tampak seorang ibu menggendong anaknya kesana kemari sambil menawarkan dagangannya. Maka kita bisa bertanya: Mengapa ya harus menggendong anaknya sambil berdagang? Kenapa dia tidak taruh saja di rumah? Apakah tidak ada yang menjaga?

Fase ini bukan menghakimi, dan bukan hak kita utk memberikan nilai. Tetapi fase ini penting bagi kita, untuk masuk ke fase ketiga yang lebih dalam lagi. Jadi nilai/penghakiman itu hanyalah bagian dari step berikutnya. Fase kedua ini hanyalah langkah awal agar kita bisa mendapatkan kesan mendalam dari cerita yang akan kita sampaikan.

Fase terakhir atau yang ketiga adalah bertanya dengan kata tanya Bagaimana

Inilah fase terakhir dalam membuat sebuah cerita atau karangan atau tesis atau skripsi atau karya tulis apa pun. Dalam fase ini, kita bertanya tentang bagaimana sikap kita menghadapi satu peristiwa yang terjadi di depan mata kita.

Inilah bagian terdalam dari permenungan kita atas satu peristiwa. Dengan menggunakan hasil pertanyaan di fase kedua, maka kita akan menghasilkan refleksi yang pasti akan menarik diri kita menuju pemahaman lebih atas peristiwa yang terjadi. Dan hasil refleksi ini bila diceritakan kembali, maka efeknya akan sungguh luar biasa bagi orang yang mendengarkan atau membaca cerita kita.

Jadi

bila kita menceritakan kembali hanya dari fase pertama, maka itu sama seperti kita memberikan foto2 kepada orang lain. Mereka hanya akan menebak2 apa arti dan makna dibalik foto tersebut. Kalo kebetulan pengambilannya bagus, maka orang bisa tertarik melihatnya.

Namun bila kita menceritakan kembali hasil pertanyaan di fase kedua. Maka kajian yang lebih dalam ini, akan membuat orang lain pun ikut berpikir namun bukan atas diri mereka, namun atas peristiwa itu. Proses refleksi seperti ini, biasanya tidaklah mendalam dan hanya sekedar lewat. Orang akan terperangah tetapi lewat beberapa saat akan dilupakan.

Bila kita menceritakan hasil fase ketiga, yang merupakan hasil refleksi kita sendiri, maka ketertarikan orang akan kisah kita akan lebih dalam lagi.

Hasil dari refleksi fase ketiga inilah yang membuat orang sangat tertarik pada cerita kita karena peristiwa yang terjadi di luar diri kita itu sudah menjadi peristiwa kita ... cerita kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar